Wapres Gibran Digugat ke PN Jakpus soal Ijazah SMA Sederajat, Syarat Capres Tidak Lengkap?

Wapres Gibran Digugat ke PN Jakpus soal Ijazah SMA Sederajat, Syarat Capres Tidak Lengkap?

antarajasa.com – Perbincangan panas merebak: Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kini menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penggugat, seorang advokat bernama Subhan, menggugat Gibran dan KPU atas dugaan perbuatan melawan hukum karena dianggap tak memenuhi syarat formal yakni tidak menamatkan SMA sederajat di dalam negeri sebagai pra-syarat pencalonan sebagai cawapres.

Dasar Hukum & Gugatan ke PN Jakarta Pusat

Gugatan dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst ini telah didaftarkan pada 29 Agustus 2025 oleh firma Subhan Palal & Rekan. Tidak hanya Gibran sebagai Tergugat I, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menjadi Tergugat II karena dianggap lalai memastikan persyaratan pencalonan. gugatan ini diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).

Menurut penggugat, Gibran menempuh pendidikan SMA sederajat di Orchid Park Secondary School, Singapura—sehingga tidak diakui sebagai pendidikan resmi di Indonesia. Penggugat berargumen bahwa hal ini membuat Gibran tak memenuhi syarat minimal untuk maju sebagai cawapres dalam Pilpres.

Sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada Senin, 8 September 2025. Detail gugatan—dampak material maupun immaterial akibat pelanggaran digadang—akan dijelaskan lebih lanjut pada persidangan tersebut.

Relevansi Pendidikan Gibran & Respons Pemerintah

Perdebatan terkait ijazah Gibran bukan hal baru. Dia pernah menempuh pendidikan di University of Bradford, Singapura, dan menyelesaikan strata satu (Bachelor of Science) bidang marketing. Kemendikbud Ristek sempat mengeluarkan Surat Penilaian Kesetaraan yang menyatakan ijazah tersebut diakui setara dengan gelar S1 di Indonesia sejak Agustus 2019.

Namun, gugatan ini fokus pada jenjang pendidikan sebelum S1—Yaitu kualifikasi SMA sederajat yang belum ditempuh di dalam negeri, sehingga dianggap tidak memenuhi ketentuan formal Undang‑Undang Pemilu serta peraturan KPU terkait pencalonan calon presiden dan wakil presiden.

Respons Gibran sendiri belum disampaikan secara resmi. Namun publik mengingat pernyatan masa lalu saat Jokowi pernah disoal soal ijazahnya—dan Gibran membelanya dengan santai: “Nganggo godong pisang piye?”—menguatkan aspek sisi emosional dalam diskursus pendidikan calon kepala negara.

Implikasi Hukum & Politik dari Gugatan Ini

Jika pengadilan menerima gugatan ini, konsekuensi hukumnya cukup serius:

  1. Batal secara hukum status Gibran sebagai Calon Wakil Presiden—karena syarat formal dianggap tidak terpenuhi.

  2. KPU berpotensi bertanggung jawab terkait penerimaan pencalonan yang tidak sah, berisiko pelanggaran administratif atau hukum pemilu.

  3. Bahkan jika gugatan ditolak, gugatan ini membuka preseden baru mengenai skala legal pengakuan pendidikan di luar negeri—dari jenjang awal hingga strata akademik.

Dalam konteks politik, ini bisa memicu polarisasi dan potensi gangguan legitimasi pemerintahan. Namun sisi positif: ini pun bisa mengokohkan sistem hukum yang terbuka dan mementingkan keseimbangan formalitas dan substansi.

Penutup – Sidang Etik & Legal Harus Hadirkan Keadilan dan Transparansi

Gugatan ini bukan sekadar drama politik—tapi panggilan serius agar penyelenggaraan pemilu dan pencalonan pemimpin nasional berjalan sesuai aturan yang berlaku, tanpa pengabaian prosedural.

Sidang PN Jakpus nanti akan jadi titik uji: apakah formalitas seperti pendidikan dianggap minor detail atau justru pintu utama untuk legitimasi calon kepala negara? Pada akhirnya, proses hukum yang fair dan transparan akan memperkuat kapabilitas demokrasi dan membuktikan bahwa tidak ada orang di atas hukum—termasuk Wapres.